Pasca terjadinya Tanjung Priok Berdarah, muncul berbagai versi terkait dengan kronologi kejadian. Dan salah satunya adalah versi Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Harianto Badjoeri.
Dalam kesempatan wawancara di kantornya, Badjoeri mengungkapkan kronologi kejadian berdarah di Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebanyak 2.000 anggota Satpol PP melakukan apel pagi pada Rabu (14/4) pukul 05.00 WIB dimana Badjoeri mengaku pihaknya mendapat informasi dari intelijen Kodim Jakarta Utara bahwa situasi di sekitar makam Mbah Priok kondusif sehingga penertiban dapat dilakukan.
Namun ternyata di lokasi, masyarakat yang berjaga disana mendapatkan provokasi bahwa Satpol PP akan menggusur makam sehingga masyarakat kemudian melakukan perlawanan yang mementahkan hasil negosiasi sebelumnya. Ketika petugas Satpol PP sampai di Jalan Dobo, banyak warga langsung menyerang mereka dengan batu, botol, bom molotov, dan air keras.
Pasukan Satpol PP menurut Badjoeri mengambil posisi bertahan dan perlahan merangsek maju namun sesampainya di depan gerbang, mereka disambut dengan ayunan pedang, clurit, dan berbagai senjata tajam lainnya. Sebanyak 29 anggota Satpol PP terluka, hingga bentrokan berhenti sementara pada pukul 10.00 WIB.
Namun hingga pukul 11.30 WIB itu tidak ada perintah dari Balaikota DKI untuk menghentikan penertiban sehingga Satpol PP kembali maju ke pintu gerbang pada pukul 11.30 WIB sampai 12.30 WIB dan bentrokan kembali terjadi, korban juga berjatuhan.
Sekitar pukul 12.30 WIB ada perintah penarikan pasukan dari Balaikota DKI tetapi tidak dapat langsung dilakukan karena sinyal telepon dan radio HT diacak. Setelah semua pasukan Satpol PP berhasil ditarik dari pintu gerbang, Badjoeri menyebut ada massa dalam jumlah besar datang dari arah Jalan Jampea.
"Kami ingin mundur tetapi pasukan kami terlanjur terkepung oleh massa. Akhirnya kami menjebol pagar dan tembok TPK Koja dan mengevakuasi diri melalui laut. Akan tetapi ada pasukan yang tertinggal dan disiksa warga sampai tewas tiga orang," ungkap Badjoeri.
Ia meminta agar polisi mengusut tuntas kasus pembunuhan yang menimpa anggotanya yang dilakukan dengan cara keji menggunakan senjata tajam. Selain korban jiwa, Satpol PP juga kehilangan 24 unit truk, 43 unit mobil Panther, 14 unit mobil KIA, 2 unit mobil komando, 2 unit mobil kijang, satu unit motor, 575 unit pakaian pengendalian massa dan tameng, serta dua unit HT.
Mengenai tuntutan pemecatan dirinya, Badjoeri mengaku bahwa ia akan berlapang dada jika tindakannya dianggap salah. "Semua saya serahkan pada Gubernur," katanya.
Sedangkan untuk tuntutan pembubaran Satpol PP, Badjoeri menyarankan agar pemerintah pusat merevisi UU 32/2004 mengenai pemerintah daerah karena keberadaan Satpol PP dilindungi undang-undang untuk menciptakan ketertiban di daerah.
[inilah.com]
No comments:
Post a Comment