Wednesday, October 13, 2010

PROTAP POLRI TERBARU : TEMBAK PELAKU ANARKIS

Guna meredam aksi anarkis Polri telah mengeluarkan Protap (Prosedur Tetap) nomor protap/01/10/2010 pada tangga 8 Oktober 2010 yang lalu tentang penanggulangan anarki. Protap ini keluar karena adanya pemberitaan yang mengatakan polisi tidak tegas dan polisi tidak mampu dalam menangani kerusuhan massa yang bersifat sporadis. Apalagi akhir-akhir ini banyak kejadian kerusuhan yang bersifat sporadis dengan menggunakan senjata tajam.

Tembak di tempat- Protap Polri Terbaru

Dengan protap sekarang ini, tindakan yang akan dilakukan oleh kepolisian akan berbeda. Setiap anggota polisi diberikan tanggung jawab untuk menilai kemampuan diri sendiri atau secara tim dalam meredam aksi sporadik.

Protap ini juga telah dievaluasi oleh Komnas HAM, Kompolnas dan Kontras. Kemudian protap akan disosialisasikan kepada setiap petugas kepolisian. Selain itu pula menurut Kepala Deputi Operasional Polri Irjen Soenarko, petugas dapat melakukan tindakan awal peringatan dan pelumpuhan dengan senjata api. "Bisa diputuskan sendiri," ujarnya. Namun bila petugas merasa tidak mampu, dia harus menghubungi pimpinan untuk mendapat dukungan dalam melakukan aksi pencegahan.

Berkaitan dengan Protap terbaru tersebut, sejak Selasa (12/10/2010) Kepolisian Daerah Metro Jaya setiap hari telah menyiagakan 40 penembak jitu di 12 lokasi yang rawan bentrokan massa brutal. Penempatan ke-40 penembak jitu itu adalah salah satu langkah merealisasi ketentuan tembak di tempat yang harus dilakukan jika situasi sudah membahayakan keselamatan orang lain atau petugas.

Lebih lanjut menurut Kapolda Metro Jaya "Selain dibekali pengayaan keterampilan menembak, mereka juga dibekali pengetahuan dan pemahaman tentang HAM (hak asasi manusia) dan Protap (Prosedur Tetap Kepala Polri Nomor 1/X/2O10 tentang Penanggulangan Tindakan Anarki).

Wakil Ketua Komnas HAM Yosef Stanley Adi Praseryo dan Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Indri juga menyambut baik hal ini.

Menurut Stanley, pelaksanaan prosedur tetap bertujuan memelihara ketertiban untuk menjaga kehidupan demokrasi yang sehat. "Takkan ada demokrasi tanpa ketertiban. Sebagai penegak hukum di garda depan, polisi harus berani bersikap keras sebelum demokrasi kita berubah menjadi tindakan anarki," kata Stanley.

Indri menambahkan, tindakan tegas tembak di tempat harus memenuhi asas legalitas, nesesitas (kebutuhan) hukum, proporsionalitas antara ancaman dan tindakan, serta akuntabilitas atau pertanggungjawaban tindakan polisi. "Kontras mengapresiasi langkah Polda Metro," ujar Indri.

[kompas/tribun]

No comments:

Post a Comment